Ahlan Wa Sahlan

----------------------------------------------------

16 Januari 2009

Opini: Dilema Politik dan Solusinya

Sudah beberapa hari ini Jakarta dan sekitarnya dilanda banjir, hampir setiap tahun permasalahan ini terjadi dan berulang-ulang tidak selesai, entah sampai kapan masyarakat bertahan dalam drama kehidupan ini. Pemerintah pun tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan aliran air yang begitu deras menerjang apa pun yang dilewatinya. Isu banjir kali ini tak tertinggal oleh beberapa parpol yang mengambil kesempatan untuk menarik simpati rakyat. Sentimen-sentimen politik justru malah lebih kuat baik dari pihak parpol besar maupun kecil.

Sungguh Ironi dengan kenyataan ini, masyarakat yang membutuhkan bantuan malah menjadi sasaran agar simpati dengan parpol untuk PEMILU 2009, dan ini adalah fakta dan realita. Suhu politik yang kian memanas terjadi menjelang 83 hari lagi ini menjadi gonjang-ganjing dunia politik, mulai sikut sana sikut sini, lapor sana-lapor sini, tuduh sana tuduh sini, hingga pengadilan ataupun hukum dibawa-bawa demi pemenangan PEMILU 2009.

Dalam konteks politik, semuanya bisa terjadi, bahkan setiap kebijakan dapat berubah-ubah perdetik, permenit, perjam, dan seterusnya, namun disini saya pribadi tidak setuju dengan tatanan politik seperti ini, bukannya anti dengan politik, tetapi politik yang berubah-ubah justru menunjukkan ketidak keprofesionalan kita menyikapi politik itu sendiri, dalam artian bisa dikatakan munafik, penjilat, dan lain sebagainya. Dan wajar jika pemerintahan menghasilkan pejabat-pejabat yang korupsi, disini saya bukan bermaksud berpandangan pragmatis terhadap percaturan politik tahun ini. Tetapi perpolitikan seharusnya dapat mencerminkan kepada masyarakat agar masyarakat dapat belajar untuk mengatur strategi tatanan negara yang lebih baik untuk perubahan kedepan. Jika mungkin ada yang bertanya strategi yang mana, lah semua parpolkan punya strategi mengatur negara kedepan, membangun negara kedepan, dan lain sebagainya. Saya katakan iya, namun bukan hal itu yang diinginkan, jika dipertanyakan apakah visi dan misi yang diusung oleh parpol sudah dipastikan maksimal untuk berpihak kepada kepentingan rakyat, nyatanya masih banyak rakyat yang kelaparan, tidak mempunyai tempat tinggal, apakah ada seorang pejabat yang dengan senang hati menolong sibuta, sipincang, simiskin ditengah jalanan ibu kota, belum sama sekali ditemukan pejabat politisi yang bisa seperti itu.

Maka dalam tataran politik sudah seharusnya bukan hanya berbicara tetapi bergerak dengan sebuah kenyataan untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat bukan untuk menindas. Sangatlah percuma jika strategi politik hanya diotak saja, hanya angan-angan, hanya mimpi-mimpi yang jauh dari kenyataan. Solusi yang saya tawarkan adalah:

1. Politik harus menjadi sarana perubahan bangsa dengan melakukan tindakan-tindakan strategic yang mementingkan kepentingan rakyat banyak, contoh memaksimalkan penanggulangan kemiskinan, dengan memberdayakan lembaga sosial dan kementrian, pejabat-pejabat yang berada pada tugas-tugas sosial harus stand by untuk terjun kemasyarakat jelata, sehingga mengetahui persis berapa jumlah rakyat yang kurang mampu, berapa rakyat yang kelaparan, berapa jumlah rakyat yang menderita sakit, tidak menunggu dari data-data statistik, bukan saatnya lagi menggunakan jalur-jalur birokrasi yang rumit. Masyarakat membutuhkan bantuan yang cepat dan tepat sasaran, tidak terhenti didalam perut sendiri.

2. Politik harus memiliki pengaruh untuk merubah tatanan masyarakat yang madani dan peduli dengan sesama, tidak sendiri-sendiri hanya mementingkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Sehingga tercipta suasana persaudaraan, persahabatan, saling tenggang rasa, tolong-menolong, bukan saling menjatuhkan, menghujat, mengklaim, dan lain sebagainya. Karena jika yang terjadi adalah menghujat dan yang serupanya rakyat dapat menilai bahwa politisi tak ubahnya serigala-serigala yang kelaparan berebutan mangsa, apakah kekuasaan ini adalah mangsa untuk mengenyangkan perut yang kelaparan?

3. Terkait dengan poin kedua, bahwasanya kekuasaan harus difahami sebagai sebuah amanah agung yang berat dan siapapun yang mengusungnya akan menemui rintangan, hambatan sehingga melambat. Dengan pemahaman seperti ini akanlah hati-hati untuk memilih pemimpin yang layak untuk mengayomi rakyatnya, karena jika amanah diibaratkan sebuah gunung yang ditopang oleh penyangga, sewaktu-waktu penyangga itu akan patah dan gunungpun akan menimpa yang berada disekitarnya, begitu juga amanah atau kekuasaan jika tidak bisa dipikul dengan baik dan kuat akan pasti menyengsarakan diri dan rakyatnya.

4. Politik menjadi sarana pencitraan sosial untuk melakukan hal yang terbaik menuju bangsa yang bermartabat dan memiliki pengaruh terhadap negara-negara lain, pastinya dimulai dari penguasa dinegeri itu sendiri.

5. Elit politik atau pelaku yang secara praktis berada didalamnya harus menjadi top leader sebagai fungsional negara dalam mengambil dan menjalankan kebijakan-kebijakan publik demi kemajuan pengembangan masyarakat dalam tataran pencerdasan bangsa. Kebijakan-kebijakan yang diambil haruslah memberikan value yang menguntungkan orang banyak, sehingga semangat kebangsaan dalam mempertahankan pemerintahan dan negara akan muncul secara total pada setiap masyarakat dalam menjunjung nilai-nilai kebangsaan dan kebersamaan

Wallahu 'lam bisawab

Tidak ada komentar: